Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan denganangkastuntingpadatahun 2000 yaitu 32,6%.
Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsipaling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasmedian standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Kemudian balita pendek menurun pada tahun 2018 yaitu 27,28%.
Menurut WHO, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak- anak dikarenakan gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Karena itu, pengetahuan tentang stunting ini wajib diketahui oleh semua orang terutama para #MillennialBEST di Indonesia karena akan berdampak pada generasi berikutnya.
7 alasan yang wajib dipahami tentang stunting.
- Fakta miris tentang banyaknya anak di Indonesia yang terkena stunting.
Fakta mirisnya diungkap TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) dalam situs website resminya menyatakan bahwa di Indonesia itu ada sekitar 37% atau 1 dari 3 penduduk yang mengalami stunting. Selain itu, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima di seluruh dunia.Hal itu diakibatan karena kemiskinan dan juga kurangnya informasi pada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan memperhatikan asupan zat gizi guna mencegah terkena stunting.
- Stunting mengakibatkan anak bertubuh pendek dengan kecerdasan yang lebih rendah dari anak seusianya dan resiko mengidap penyakit degeneratif.
Anak yang terkena stunting memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari anak seusianya. Namun perlu digaris bawahi bahwa tidak semua anak yang bertubuh pendek itu terkena stunting, tapi semua anak yang terkena stunting itu pasti bertubuh pendek.
Selain bertubuh pendek, anak yang terkena stunting juga memiliki kecerdasan yang lebih rendah dari anak seusianya dan dapat mempengaruhi kemampuan psikomotorik dan keterampilan motorik sang anak. Anak-anak yang mengalami stunting juga besar kemungkinan memiliki gangguan metabilik pada saat dewasa seperti Diabetes, Obesitas, Stroke, dan Penyakit Jantung.
- Dalam kasus stunting, 1000 hari pertama kehidupan sang anak sangat penting.
Stunting dapat dicegah dengan lebih memperhatikan asupan gizi sejak 1000 hari pertama (berupa janin hingga berusia 24 bulan) kehidupan sang anak. Hal itu karena saat masa kehamilan, asupan gizi seorang ibu dapat menentukan kualitas pertumbuhan janin (organ. tubuh janin) dan menentukan status kesehatan janin dan risiko penyakit di masa dewasa.
Masa kehamilan merupakan masa rawan penyakit. Faktanya 1 dari 3 ibu hamil terkena anemia. Setelah melahirkan, memberikan ASI kepada sang anak juga sangat penting untuk mencegah stunting. Karena itu, ibu laktasi (menyusui) membutuhan gizi yang lebih tinggi dari ibu hamil.
- Masa remaja seorang ibu juga berpengaruh dalam pertumbuhan sang anak.
Fakta uniknya, ternyata masa remaja seorang ibu itu juga berpengaruh dalam pertumbuhan anaknya lho. Kenapa? Karena masa remaja akan mengalami masa prepubertas dan pubertas yang mana masa tumbuh kejar tahap akhir dan maturasi sistem reproduksi.Selain itu, masa remaja juga merupakan masa rawan penyakit, karena itu kita harus lebih. memperhatikan kesehatan dan status gizi karena akan menentukan kualitas ovum (kualitas. anak cucu).
- Menyeimbangkan asupan dan kebutuhan zat gizi sangatlah penting untuk mencegah stunting.
Salah satu penyebab utama anak terkena stunting adalah tidak seimbangnya asupan dan kebutuhan zat gizi. Kurangnya asupan zat gizi dapat dikarenakan kemiskinan ataupun tidak tahunya masyarakat akan pentingnya asupan zat gizi.
Padahal dengan lebih memperhatikan asupan zat gizi, kita dapat mencegah stunting. Selain itu, pola makan juga harus diperhatikan. Berhenti melakukan kebiasaan yang salah seperti melewatkan waktu makan, merasa aman setelah mengkonsumsi multivitamin dan mendahulukan suplemen.
- Perilaku dan lingkungan juga tak kalah penting untuk mencegah stunting.
Selain memperhatikan zat gizi dalam tubuh, memperhatikan perilaku dan lingkungan juga tak kalah penting untuk mencegah stunting. Seperti aktivitas fisik yang cukup, higiene dan sanitasi lingkungan yang terjaga.
Contoh kecilnya dengan melakukan olahraga ringan sebanyak 3 kali dalam seminggu yang akan memberikan efek kualitas hidup yang lebih baik. Rajin mencuci tangan dengan benar juga sangat baik untuk kesehatan. Namun faktanya di Indonesia mencuci tangan dengan benar masih rendah dan 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
- Selain itu, stunting ini ternyata memiliki efek jangka panjang.
perlu dipahami bahwa stunting ini ternyata memiliki efek jangka panjang, diantaranya yaitu menimbulkan fungsi kognitif sang anak yang kurang di mana akan mengakibatkan kurangnya kecerdasan sang anak dari anak seusianya.Selain itu, anak yang terkena stunting juga memiliki motivasi dan produtivitas yang kurang. Hal itu akan menyebabkan sang anak memiliki daya saing yang kurang dan sangat berbahaya bagi generasi berikutnya karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Dalam upaya pencegahan dan penurunan Stunting tidak hanya melibatkan sector kesehatan saja, tetapi peran lintas sector lainnya juga sangat diperlukan, antara lain adalah:
- Air Bersih, Sanitasi
- Fortifikasi-Ketahanan Pangan
- Akses kepada Layanan Kesehatan dan KB.
- JKN, Jampersal, Jamsos
- Pendidikan Pola Asuh Ortu.
- PAUD HI-SDIDTK
- Pendidikan Gizi Masyarakat.
- Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizipada Remaja.
- Program PadatKarya Tunai
Kerjasama dan peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan stunting, dalam upaya-upaya pemerintah untuk percepatan penurunan stunting apabila tanpa dukungan masyarakat atau upaya-upaya perubahan prilaku masyarakat, maka akan sulit unyuk terwujud.