Sering kita jumpai seseorang yang membagikan pencapaian dan prestasinya di media sosial, misalnya seseorang yang berusia 22 tahun membagikan pencapaiannya dan membuat beberapa standar pencapaian. Ini bisa menjadi salah satu bagian dari fenomena quarter life krisis. Sebenarnya fenomena umum ini terjadi pada remaja usia 20 tahun hingga usia 30 tahun. Platform Linkedin telah melakukan survei pada tahun 2017 lalu, didapati bahwa 75% manusia yang berusia 23-33 tahun pernah mengalami quarter life krisis.
Quarter life krisis atau krisis seperempat abad merupakan kondisi yang sering terjadi pada manusia yang mulai memasuki masa dewasa. Ini dianggap sebagai masa sulit yang harus menghadapi generasi muda pada usia 20 – 30 tahun. Sebab pada kondisi ini, kita akan merasakan gejolak emosi yang sangat besar. Gejolak emosi ini datang baik dari luar diri maupun dalam diri remaja itu sendiri. Manusia bisa menjadi merasa cemas, bingung menentukan arah hidup, merasa tidak berguna, dan bahkan merasa putus asa. Pada kondisi tertentu fenomena quarter life krisis membuat seseorang bertanya-tanya akan eksistensinya sebagai seorang manusia.
Quarter life krisis memberikan dampak bagi generasi muda yang sering merasa kesepian, tidak nyaman, serta depresi dalam hidupnya. Ini merupakan fase penting yang harus dilalui, dan menjadi bagian dari mengenali diri secara lebih dalam, serta mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Quarter Life Crisis (QLC) hadir karena adanya berbagai tekanan atau tuntutan dari orang-orang dan lingkungan sekitar. Tekanan dan tuntutan ini biasanya mengenai pencapaian hidup dan tujuan hidup seseorang. Menurut peneliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, Dr. Oliver Robinson, ada empat fase dalam Quarter Life Crisis (QLC)):
- Fase Pertama, Seseorang akan merasa terjebak dalam suatu kondisi, baik itu dalam pendidikan, pekerjaan, hubungan asmara atau ketiganya. Dia akan merasa berada pada suatu keadaan yang begitu menjerat dan tidak mudah untuk keluar dari zona tersebut.
- Fase Kedua, Pada fase ini seseorang akan merasa dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik. Ketika sadar akan posisinya yang rentan, dia akan berusaha keras untuk mengejar target dan mengubah segalanya menjadi lebih baik. Berhati-hatilah dalam melangkah karena jika kamu gagal dalam fase ini, maka akan kembali ke fase pertama. Bahkan mungkin tidak dengan tingkat depresi yang lebih berat.
- Fase Ketiga, Pada fase ini munculah keinginan untuk memulai kehidupan yang baru. Hal ini terjadi ketika seseorang berhasil mencapai satu target dalam hidupnya. Misalnya, ketika seseorang berhasil meraih gelar sarjana, maka akan timbul perasaan lega, bangga dan puas telah melewati fase perkuliahan. Hal ini tidak berlangsung lama, karena setelahnya dia akan merasa harus memupuk semangat lebih tinggi agar untuk mencari pekerjaan impian atau melanjutnya studinya ke jenjang yang lebih tinggi.
- Fase Keempat, merupakan fase dimulainya komitmen dalam diri terhadap pendidikan, pekerjaan atau hubungan asmara yang tengah dijalaninya. Pada fase ini, kamu siap menghadapi tantangan dan kehidupan baru dengan segala aktivitas dalam hidupnya.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya quarter life krisis. Terkadang bisa disebabkan bila ada masalah “orang dewasa” yang pertama kami muncul pada kehidupan seorang remaja. Berdasarkan situs www.alodokter.com, ada beberapa kondisi yang dapat memicu terjadinya quarter life krisis, yaitu :
- Mengalami masalah pekerjaan atau finansial.
- Merencanakan karier dan masa depan.
- Menjalani hidup mandiri untuk pertama kalinya.
- Menjalani hubungan romantis yang serius untuk pertama kalinya.
- Mengalami putus cinta setelah menjalani hubungan yang serius sekian lama.
- Melihat teman sebaya sudah mencapai impiannya lebih dulu.
- Membuat keputusan pribadi atau profesional yang akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Quarter life krisis bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, hal ini memang wajar di alami oleh manusia untuk menuju fase kehidupan berikutnya.
Ada beberapa tanda yang bisa menunjukkan bahwa seseorang sedang berada pada fase quarter life krisis. Beberapa tanda tersebut yaitu :
- Sering merasa bingung mengenai masa sebelumnya.
- Merasa terjebak dalam situasi yang tidak disukai.
- Sulit membuat keputusan ketika dihadapkan dengan beberapa pilihan.
- Kurangnya motivasi dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
- Sulit menentukan apakah harus menjalani hidup sesuai dengan keinginan diri sendiri atau sesuai dengan tuntutan keluarga dan masyarakat.
- Khawatir akan tertinggal dalam penyakit hidup seorang diri.
- Merasa iri dengan teman sebaya yang sudah lebih dulu mencapai impiannya.
Walaupun krisis quarter life merupakan hal yang wajar terjadi, namun kita tidak boleh meremehkannya. Kita harus bisa menyikapinya dengan bijak dan tepat. Berikut beberapa kiat – kiat yang dapat kita terapkan untuk menghadapi krisis quarter life:
- Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik. Membandingkan diri dengan orang lain hanya akan memicu kebencian dan rasa rendah diri. Fokuslah pada pencapaian dan kemajuan diri Anda sendiri, dan rayakan setiap langkah kecil yang Anda capai.
- Ubah keraguan menjadi tindakan. Tetapkan tujuan yang realistis dan terukur untuk diri sendiri. Buatlah rencana untuk mencapai tujuan tersebut, dan mulai mengambil langkah kecil untuk mewujudkannya. Konsistensi dan disiplin adalah kunci untuk mencapai kesuksesan.
- Temukan orang – orang yang selalu mendukung kita. Kelilingi diri kamu dengan orang-orang yang positif dan suportif. persahabatan dengan komunitas yang memiliki minat yang sama, atau carilah seseorang yang dapat tercapai melalui masa yang sulit ini.
- Belajar mencintai diri sendiri. Ketika terjebak dalam krisis kehidupan kuartal, Anda mungkin cenderung mengabaikan berbagai kenikmatan yang sebenarnya Anda miliki. Padahal, untuk mencapai tujuan dalam hidup, Anda perlu menghargai dan mencintai diri Anda terlebih dahulu.
Pada umumnya mahasiswa memiliki tingkat stres yang sedang, karena adanya tugas yang berlebihan, tidak bisa mengatur waktu, dan harapan dari orang-orang terdekat siswa dapat memiliki tekanan psikologis yang dapat menyebabkan terjadinya stres.
Ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi siswa yaitu: (1) faktor internal, sumber yang terdapat pada diri seseorang yang terdiri dari pola pikir, persaingan teman sebaya, karakter, perubahan suasana kehidupan, kesulitan mengelola kehidupan, dan faktor fisik. (2) Faktor eksternal, segala sesuatu yang bersumber dari luar diri seseorang disebut dengan faktor eksternal, yang terdiri dari manajemen waktu yang buruk, penugasan berlebih, dan lingkungan.
Dengan adanya manajemen stres dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit pada diri siswa. Manajemen stres yang baik akan memberikan dampak yang baik pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.
Manajemen stres merupakan kegiatan pencegahan terjadinya stres dengan melakukan berbagai cara untuk menangani terjadinya stres seperti mengenali masalah, memahami dampak dari masalah, dan mengatasi masalah.
Mahasiswa diharapkan memegang peran sebagai kontrol sosial untuk bisa mengarahkan masyarakat yang salah menjadi lebih baik di masa depan dan dapat menjadi suri tauladan kepada masyarakat lainnya. Mahasiswa harus mampu meneruskan perjuangan orang terdahulu dan dapat mewujudkan impian yang belum terwujud.
Banyaknya dampak negatif dari adanya stres, maka siswa harus bisa mengetahui cara pencegahan dari permasalahan yang sedang terjadi. Selain dari diri sendiri, lingkungan juga sangat mempengaruhi tingkat stres seseorang.
Jika lingkungannya baik maka kita akan baik juga dan jika lingkungannya buruk maka kita akan terkena dampak buruk dari lingkungan tersebut. Zaman sekarang banyak sekali siswa yang mengatasi stres dengan cara mengakhiri hidupnya.
Manajemen stres memiliki 3 fungsi yaitu: (1) Mengetahui dan mengenali stres dan sumber stres yang muncul dalam kehidupan sehari-hari; (2) Mendapatkan dan menanamkan keterampilan coping stres; (3) Mempraktikkan teknik manajemen stres dalam masalah kehidupan dan menilai keefektifannya.
Dengan adanya fungsi tersebut, siswa lebih mudah untuk mengatasi terjadinya stres pada dirinya sendiri dengan kemampuan manajemen stres yang baik, kesehatan mental, emosional, bahkan kesehatan fisik seseorang pun akan terkelola dengan baik.
Hal ini karena manajemen stres yang baik dapat mencegah berkembangnya stres dan menjadi malapetaka bagi kesehatan seseorang.